BAB III
METODE PENELITIAN
Hal yang cukup penting dalam penelitian hukum sebagai suatu kegiatan ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari gejala hukum tertentu, kemudian mengusahakan pemecahan atas masalah yang timbul.1 Sehingga dibutuhkan suatu metode penelitian yang tepat. Metode ini akan membantu proses penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang akan dikaji dan tujuan penelitian yang akan dicapai.
Penelitian secara ilmiah artinya suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut.2
Penelitian ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat ditelaah dan dicari hubungan sebab-akibatnya, atau kecenderungan- kecenderungan yang timbul.
Penelitian adalah sarana yang dipergunakan manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Suatu penelitian telah dimulai apabila seseorang berusaha untuk memecahkan suatu masalah, secara sistematis, dengan metode-metode dan teknik-teknik tertentu, yakni yang ilmiah. Dengan demikian, maka suatu kegiatan ilmiah merupakan usaha untuk menganalisa serta mengadakan konstruksi, secara metodologi, sistematis dan konsisten.3
Sehubungan dengan kegiatan penelitian ilmiah tersebut, Sorejono Soekanto menyatakan :
“Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilaksanakan secara metodologis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berarti berdasarkan suatu sistem yang konsisten yang berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu karangan tertentu”
A. Metode Pendekatan
Penelitian ini difokuskan pada masalah kebijakan-kebijakan publik dengan menganalisa kasus pelaksanaan kebijakan publik yang menyalahi peraturan perundang-undangan. Dengan demikian penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif. Pendekatan yuridis mengandung arti bahwa dalam meninjau dan menganalisa masalah dipergunakan data sekunder di bidang hukum, yang meliputi berbagai macam peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah, hasil-hasil penelitian dan literatur-literatur ilmu hukum. Sedangkan pendekatan normatif mengandung arti dalam meninjau dan menganalisa masalahnya dipergunakan pendekatan dengan menganalisa undang-undang.
B. Sifat dan Karakteristik Penelitian
Dalam tataran praktis, cukup sulit menetapkan secara kaku metode yang dapat digunakan dalam sebuah penelitian hukum. Tanpa harus terjebak pada keberagaman teknik pembedaan dan prediket metodologi, maka penelitian ini memilih sifat dan karakteristik penelitian seperti yang dapat dipahami dari empat unsur penting dibawah ini:
Preskriptif
Dalam pengertian metodologi sebagai bantuan teknis dalam penelitian ini, metode yang dipilih berangkat dari sifat preskriptif keilmuan hukum sebagai sesuatu yang substansial4. Ilmu hukum yang preskriptif merupakan ilmu yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan5, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma hukum6. Metode ini diharapkan menghasilkan argumentasi dan konsep sebagai preskripsi yang sudah mengandung nilai dan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan yang yang berhubungan dengan penelitian ini.
Dalam klasifikasi ini, variabel-variabel yang ada dijelaskan dan diuji dengan alat ukur yang terdapat pada karakteristik prespektif ilmu hukum, sehingga dapat dicapai hasil yang berorientasi pada penyelesaian masalah hukum.
Analitis
Jika pada klasifikasi diatas variabel dijelaskan dan diuji, maka pada klasifikasi “analitis” ini, masing-masing variabel dihubungkan yang pada dasarnya dikembalikan pada tiga aspek, yaitu : mengklasifikasi, membandingkan dan menghubungkan7.
Pendekatan kasus (case approach)
Karena penelitian ini juga diharuskan menggunakan studi kasus seperti dijelaskan pada bagian latar belakang masalah, maka pendekatan kasus yang berkonsentrasi pada ratio decindendi menjadi penting untuk digunakan.
Ratio decindendi adalah alasan-alasan hukum yang digunakan hakim untuk sampai pada putusannya8, yang kemudian harus melihat pada fakta materil putusan. Fakta materil tersebut akan dijadikan rujukan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode preskriptif analitis seperti dijelaskan diatas. Hal tersebut penting untuk dapat menggunakan pola pikir induktif, yakni yang berangkat dari kasus menuju tingkat abstraksi yang umum, sehingga diharapkan penyelesaian persoalan pada penelitian ini dapat menjadi rekomendasi untuk kasus-kasus kebijakan publik yang memicu terjadinya berbagai macam bentuk korupsi.
Tinjauan sosiologis, historis dan komparatif sebagai alternatif penting.
Jika tiga klasifikasi diatas sangat dekat dengan metodologi penelitian, maka klasifikasi keempat ini cenderung lebih memposisikan diri sebagai alternatif penting analisis persoalan. Seperti dijelaskan pada latar belakang masalah, defenisi yang sangat kabur dan defenisi yang memiliki tingkat disparitas pemahaman yang tinggi antar berbagai pihak tentang kebijakan publik menjadikan tinjauan sosiologis, historis dan komparatif penting untuk digunakan.
Soerjono Soekanto dalam sub bab tentang pengolahan, analisa dan konstruksi data penelitian hukum mengatakan :
“Seorang peneliti dapat mempergunakan metode sejarah9 dalam tinjauannya terhadap hukum, dan mempunyai kewajiban utama untuk menelaah hubungan antara hukum dengan gejala sosial lainnya dari sudut sejarah.[…] Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi peneliti, karena hukum senantiasa dipengaruhi dan mempengaruhi aspek kehidupan lainnya”.10
Artinya, hukum harus dipandang tidak sekedar sebagai ide normatif, melainkan juga sebagai produk kenyataan kemasyarakatan atau realitas sosial11 yang dipahami berdasarkan perkembangannya dari perspektif historis. Memisahkan hukum dari penafsiran atas realitas sosial adalah sesuatu yang kurang tepat, terutama jika merujuk pada argumentasi C.S.T. Kansil.
Marx dan Engels menjelaskan hal tersebut menjadi pandangan-pandangan yang mempunyai akibat penting. Tidak ada asas-asas hukum yang abstrak, yang berlaku kekal di segala tempat, karena hukum senantiasa berubah, berperan dalam fungsi dasar materil kehidupan bermasyarakat12.
Argumentasi Marx tentang Hukum yang senantiasa berubah berdasarkan kenyataan sosial di masyarakat sesungguhnya saling berkorelasi secara positif dengan argumentasi yang diungkapkan Sudikno Mertokusumo, C.S.T Kansil, dan Soetandyo Wignjoesobroto.
C. Jenis Penelitian
Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan atau studi dokumen merupakan salah satu dari tiga alat pengumpulan data13 yang sering digunakan, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam berbagai penelitian. Dimana, dalam penelitian kepustakaan hal terpenting berada pada bahan-bahan penelitian, yaitu :
Bahan-bahan Hukum
Seperti dipahami bahwa sikap preskiptif keilmuan hukum, maka penelitian hukum dipahami sebagai upaya untuk menghasilkan argumentasi, teori dan konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi14. Untuk memecahkan isu hukum sekaligus memberikan preskripsi maka diperlukan bahan-bahan hukum15.
Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terklasifikasi atas tiga, yakni Bahan hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tersier.
Bahan Hukum Primer
Dalam penelitian ini akan digunakan :
Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana vide Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana;
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
Undang-undang Nomor 28 Tahun !999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999;
United Nations Convention Against Corruption
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder ini dipahami sebagai bahan hukum yang tidak berasal dari sebuah otoritas tertentu, yakni berwujud semua publikasi hukum yang tidak berasal dari dokumen-dokumen resmi, termasuk buku-buku teks hukum. Bahan hukum sekunder tersebut akan digunakan untuk menunjang penelitian ini sepanjang berhubungan dengan persoalan kebijakan publik dan korelasi antara kebijakan publik & korupsi.
Bahan Hukum Tersier
Dipahami sebagai bahan yang dapat digunakan selain bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang memberi pentunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa:
Black’s Law Dictionary
Kamus Besar Bahasa Indonesia
I. P. M. Ranuhandoko B.A, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta : 2003
J. C. T Simorangkir, SH dkk, Kamus Hukum. Sinar Grafika, Jakarta : 2004
Bahan Non-Hukum
Sulit untuk menafikan perspektif keilmuan diluar ilmu hukum untuk menganalisis sebuah persoalan, terutama persoalan yang cenderung berada pada wilayah filosofis dan mendasar. Karena itu penelitian ini sengaja memunculkan terminologi ‘bahan non-hukum’. Bahan non-hukum dapat diperoleh dari publikasi-publikasi yang berhubungan dengan tema dan subtansi yang dikupas pada penelitian ini, terutama yang berhubungan dengan persoalan kebijakan publik dalam berbagai perspektif dan teori-teori sosial yang membantu penjelasan tentang aspek-aspek kebijakan publik.
Jalannya Penelitian
Penelitian kepustakaan ini berhubungan dengan prinsip “mengklasifikasikan, membandingkan dan menghubungkan” seperti diungkapkan Jujun S. Suriasumantri (1986) dalam bukunya ‘Ilmu dalam perspektif moral, sosial dan politik; Sebuah dialog tentang dunia keilmuan dewasa ini’. Prinsip tersebut dapat dipandang sebagai dasar dari sebuah konstruksi berpikir yang berhubungan erat dengan kemajuan di berbagai bidang ilmu, termasuk ilmu hukum.
Sehingga penelitian akan dilakukan dengan mempelajari penelitian yang pernah ada sebelumnya, buku-buku, jurnal, majalah dan semua media baca yang berhubungan dengan substansi penelitian ini.
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan yang akan dilakukan berbentuk wawancara, sebagai satu alat pengumpul data yang diungkapkan Soerjono Soekanto. Dalam penelitian ini, studi dokumen atau kepustakaan akan digunakan bersama-sama dengan penelitian lapangan melalui wawancara.
D. Metode Penentuan Sampel
Pada penelitian lapangan, khususnya penelitian dengan wawancara, sangat banyak pihak-pihak yang berposisi sebagai subjek penelitian. Namun, karena keterbatasan peneliti maka tidak mungkin melakukan wawancara dengan semua subjek penelitian. Sehingga, penelitian ini akan menerapkan metode sampling dalam pemilihan subjek penelitian, yakni purposive sampling.
Sebelumnya penting untuk menjelaskan hal-hal prinsip tentang sampling. H. L. Manheim : 1977 menyebutkan :
“… a sample is used when the research design calls for the collection of information from or about a population which is so large or so widely scattered as to make it impractical to observe all the individual in the population”16.
Sedangkan purposive sampling merupakan salah satu metode sampling yang dapat digolongkan pada non-probalility sampling, atau yang lebih dikenal dengan istilah judgmental. Tata cara ini diterapkan apabila peneliti benar-benar ingin menjamin bahwa unsur-unsur yang ditelitinya masuk dalam sampel yang hendak ditariknya. Untuk itu ditetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam memilih unsur-unsur sampel17.
Beberapa tolak ukur yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah :
Merupakan para pihak atau kuasa hukum pada perkara pidana Bambang Guritno baik itu pada pihak penggugat, tergugat maupun majelis hakim yang mengadili perkara tersebut.
Dapat digolongkan pada salah satu kategori sebagai berikut :
Praktisi atau pengamat Studi kebijakan publik
Akademisi atau praktisi hukum, khususnya yang memahami pengaturan tentang korupsi dibidang kebijakan publik
Dengan penetapan dua tolak ukur diatas peneliti dapat memilih lebih bebas narasumber yang akan diwawancarai.
Subjek Penelitian
Lazimnya penelitian lapangan sebuah penelitian hukum, setidaknya dikenal dua subjek penelitian, yaitu : responden dan narasumber. Pada prinsipnya, baik responden dan narasumber merupakan subjek penelitian yang digunakan dalam teknik wawancara. Dalam penelitian ini dipilih terminologi “narasumber” sebagai subjek penelitian karena point-point pertanyaan yang akan diajukan pada subjek penelitian berhubungan erat dengan kapasitas dan kompetensi keilmuan masing-masing, sehingga subjek penelitian akan diposisikan sebagai sumber yang pendapatnya dijadikan acuan analisis (doktrin-pen.) dalam penelitian ini
Alat Pengumpulan Data
Untuk membantu penyelenggaraan penelitian lapangan dengan wawancara ini, maka digunakan alat berupa :
Panduan wawancara : berupa point-point penting yang hendak digali dari narasumber, dalam proses lebih lanjut, point tersebut dapat menjadi daftar pertanyaan, baik yang akan digunakan untuk wawancara langsung, ataupun wawancara tidak langsung (secara tertulis).
Daftar pertanyaan : merupakan bentuk kongkrit dari panduan wawancara, yakni berupa point-point yang sudah berbentuk kalimat tanya yang dapat digunakan dalam wawancara tertulis sebagai alternatif dari tidak terlaksananya wawancara langsung dengan narasumber
Cara Pengumpulan Data
Seperti disebutkan diatas, penelitian lapangan yang dilakukan adalah dengan metode wawancara, yang secara eksplisit oleh Kahn dan Cannel dinyatakan bahwa Wawancara adalah ...a specialized pattern of verbal interaction—initiated for a specific purpose, and focused on some specific content ares, with consequent alimination of extraneous material18.
Dengan kata lain penelitian ini akan menggunakan wawancara sebagai salah satu cara perolehan data dari orang-orang yang dinilai berhubungan lansung dengan substansi yang diteliti dan orang-orang yang mempunyai kompetensi keilmuan untuk itu. Sedangkan teknis wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara terarah (directive interview), wawancara berfokus (focussed interview) seperti dijelaskan oleh Pauline V. Young dalam bukunya “Scientific Social Surveys and Research”19 dan wawancara mendalam (depth interview).
Jalannya Penelitian
Penelitian lapangan ini dilaksanakan pada pertengahan proses penelitian kepustakaan. Ketika mulai didapatkan gambaran awal tentang beberapa point penting yang berhubungan dengan kebijakan publik dan bentuk korupsi dalam bidang birokrasi publik serta dikaitkan dengan teori-teori hukum, maka dapat mulai dilakukan penelitian lapangan.
Satu metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara yang dilakukan pada narasumber-narasumber yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. Wawancara dilakukan dengan cara bergantian, dengan tujuan agar gambaran persoalan yang telah diperoleh melalui penelitian kepustakaan tahap awal dapat lebih diperdalam sehingga menjadi bernilai penting untuk sebagai alat analisis pada penelitian ini. Akan tetapi pelaksanaan penelitian lapangan tidak menutup kemungkinan juga dilakukan bersamaan dengan penelitian kepustakaan, karena pada beberapa lokasi penelitian yang dipilih tidak tertutup kemungkinan terdapat kesempatan akses data, buku, jurnal dan terbitan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan tema penelitian ini.
E. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianlisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh dipilih dan disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif agar mencapai kejelasan masalah. Data-data yang telah terkumpul diteliti dan dianalisa dengan menggunakan metode berpikir yang mendasar dari suatu fakta yang sifatnya umum kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya khusus sehingga nantinya dapat diketahui aspek-aspek kebijakan publik yang menyimpang sehingga terjadi bermacam bentuk korupsi. Metode kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis dalam bentuk uraian atau penjelasan untuk menggambarkan hasil penelitian.
F. Metode Penyajian Data
Metode penyajian data dalam penelitian ini dilakukan melaui dat primer dan data sekunder yang diperoleh melaui penelitian ,selanjutnya dilakukan proses editing yaitu proses memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk dinilai apakah sudah dipertanggung jawabkan sesuai dengan kenyataan dan disajikan dalam bentuk laoran sesuai dengan sifat laporan itu sendiri.
1 Soerjono Soekanto, 1986 (Cet III), Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Hal.43
2 Loc. cit
3 Loc. cit
4 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta.. Hal. 22
5 Bentuk keadilan dapat saja berubah-ubah, akan tetapi esensi keadilan selalu ada dalam kehidupan manusia dan kehidupan bermasyarakat. Karena keadilan tidak dapat dipisahkan dari hukum.
Ibid.
6 Ibid.
7 Jujun S Suriasumantri, 1986, Ilmu dalam perspektif moral, sosial dan politik : sebuah dialog tentang keilmuan dewasa ini, Gramedia, Jakarta. Hal. 61-62. dalam,
Shidarta, 2004 (Disertasi), Karakteristik Penalaran Hukum Konteks ke-Indonesiaan, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Hal. 27-28.
8 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. Hal. 119.
9 Meskipun Soerjono Soekanto mengakui adanya pendekatan historis dalam penelitian hukum, namun ia justru mengklasifikasikan pendekatan historis pada bagian ‘pengolahan, analisa dan konstruksi data penelitian hukum normatif’. Padahal merujuk pada pesatnya perkembangan keilmuan hukum, telaah hubungan hukum dengan gejala sosial dari sudut sejarah seperti yang dijelaskannya sepatutnya diklasifikasikan sebagai salah satu pendekatan dalam penelitian hukum sosiologis. Sepertinya pilihan ini diambil lantaran Soerjono Soekanto berpendapat bahwa pendekatan sosiologis adalah penelitian hukum yang dibantu oleh ilmu dan metode yang digunakan dalam Sosiologi, padahal sifat keilmuan Sosiologi yang mengadopsi karakteristik ilmu pasti banyak dikritik pada tataran prinsip.
10 Soerjono Soekanto, Op. Cit., Hal. 263
11 John Gilissen & Frits Gorle, 2005, Sejarah Hukum : Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung. Hal. 14
12 Stoyanovic K, 1974, La Pensee Marxiste et le Droit, Parijs. Hal. 69-85. dalam Ibid. Hal 16
13 Soerjono Soekamto mengungkapkan bahwa tiga alat pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian adalah : studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.
Soerjono Soekamto, Op. Cit. Hal, 21
14 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. hal 55
15 ibid. hal 141
16 H. L. Manheim : 1977, dalam Soerjono Soekamto, Op. Cit.. Hal. 68
17 Ibid. Hal. 196
18 R. L. Kahn & C.F. Cannel : 1957 dalam Ibid. Hal. 220
19 Pauline V. Young, 1970, “Scientific Social Surveys adn Research”. Dalam Ibid. Hal. 228
Tidak ada komentar:
Posting Komentar